Selasa, 02 Februari 2016

Renungan : IN THE FATHER’S HOUSE

Selamat Natal Saudaraku!

Natal selalu diasosiasikan dengan kebersamaan, persatuan dan momen berkumpulnya keluarga bahkan identik dengan keluarga itu sendiri. Kita tentu pernah merasakan bagaiman begitu banyak orang yang, pada saat menjelang Malam Natal, mencoba dengan berbagai cara bahkan cara terbaik mereka untuk mendapatkan tumpangan agar bisa pulang dan bersatu dengan keluarga baik di kota maupun di desa. 

Natal tanpa keluarga hanyalah sebuah perayaan yang kosong, tanpa makna, karena hanya bisa dinikmati dari jauh. Kesatuan Hati dengan persaaan memiliki hanya bisa dirasakan ketika kita berada di rumah. Ya "di rumah Bapa."

Kita baru saja melewati liturgy "Keluarga Kudus." Ini adalah pengalaman kehidupan keluarga yang sudah dinubuatkan yang mana kita mengetahui bahwa kehidupan “keluarga kudus” mengalami pergeseran dari kehidupan yang sederhana di palungan sampai pada tingkat rumit segera setelah anak lahir. Mulai dengan pemimpin tidak ramah dan tidak memberikan rasa aman dengan perasaan iri seperti Herodes sudah dikelabui dengan ide-ide gila yang sangat komplikasi. Namun berkat kepemimpinan seorang kepala keluarga, oleh Joseph, ibu dan anak dilarikan diri ke Mesir untuk menghindari ancaman bagi kehidupan bayi yang berada dalam bahaya.

Keluarga dan keluarga Kristen pada umumnya sekarang juga terancam punah dengan beragam cara. Kehidupan keluarga di seluruh dunia sekarang mengalami situasi rumit dan mengepung dan terkepung dari semua lini kehidupan. Sama seperti kanak Yesus, anak-anak, juga, di zaman kita terancam oleh begitu banyak tantangan bukan hanya nilai kehidupan, tetapi juga melawan begitu banyak nilai-nilai atau hak-hak lain yang seharusnya anak-anak nikmati diusia mereka. Dan banyak kehidupan dari keluarga yang awalnya suci oleh sakramen, terpaksa berjuang untuk kembali kepada kesucian karena tantangan yang merusak nilai kekudusan dalam keluarga.

Keluarga Yesus, Maria dan Yusuf juga menghadapi tantangan pemisahan yang menyakitkan secara tiba-tiba. Anak laki-laki, yang berusia tidak lebih dari 12 tahun, hilang seharian. Orang tua bingung mencari di seluruh anggota keluarga dan sahabat kenalan, mereka panik dan mencoba untuk memahami rasa sakit saat mendengarkan jawaban yang tampaknya menyakitkan dari anak ketika ditanya: "Mengapa kamu mencari Aku? Apakah kamu tidak tahu bahwa Aku harus berada di rumah Bapa-Ku? "

Anak itu, sejak awal, sudah mengetahui prioritasnya. Orang tua, agak terlambat juga, mengerti bahwa itu adalah bagian dari kehidupan keluarga menjadi untuk rasul, juga, untuk orang lain dan atas nama Allah. Agak terlambat, juga, Yusuf dan Maria belajar bahwa kebersamaan keluarga dan kesatuan tidak hanya akan berarti kehadiran secara fisik berkumpul bersama-sama sepanjang waktu, tetapi bersatu dalam melakukan “Bisnis Bapa”.

Anak itu, akan membuat mereka mengerti pada waktunya, bahwa dia harus berada di dalam rumah Bapa untuk melakukan misis seperti Allah kehendaki yakni menjadi instrumen Bapa yang menyelamatkan.

Ya, teman-teman, orang tua tercinta dan anak-anak tercinta. Keluarga Kristiani diminta oleh Tuhan untuk berbagi iman. Mereka juga dikirim untuk menjadi utusan melakukan rencana Bapa bagi dunia dan bagi kemanusiaan.

Keluarga, menurut ajaran Gereja, harus menjadi Gereja domestik, dan hal terakhir yang saya dengar adalah, Gereja pada intinya berarti yang diutus, hadir dengan bisnis Allah, dan melakukan kehendak Bapa.
 
Jadi bagaimana dengan kita? Apakah kita akan menghabiskan waktu kita, usaha dan semua sumber daya yang kita miliki di rumah Bapa?

By : Rm. Ferdinandus Reo, SDB (Kepala Sekolah SMPK. Santo Mikael)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar