Selamat Natal Saudaraku!
Natal selalu diasosiasikan dengan kebersamaan, persatuan dan momen
berkumpulnya keluarga bahkan identik dengan keluarga itu sendiri. Kita tentu
pernah merasakan bagaiman begitu banyak orang yang, pada saat menjelang Malam
Natal, mencoba dengan berbagai cara bahkan cara terbaik mereka untuk
mendapatkan tumpangan agar bisa pulang dan bersatu dengan keluarga baik di kota
maupun di desa.
Natal tanpa keluarga hanyalah sebuah perayaan
yang kosong, tanpa makna, karena hanya bisa dinikmati dari jauh. Kesatuan Hati dengan
persaaan memiliki hanya bisa dirasakan ketika kita berada di rumah. Ya "di
rumah Bapa."
Kita baru saja melewati liturgy "Keluarga
Kudus." Ini adalah pengalaman kehidupan keluarga yang sudah dinubuatkan yang
mana kita mengetahui bahwa kehidupan “keluarga kudus” mengalami pergeseran dari
kehidupan yang sederhana di palungan sampai pada tingkat rumit segera setelah
anak lahir. Mulai dengan pemimpin tidak ramah dan tidak memberikan rasa aman dengan
perasaan iri seperti Herodes sudah dikelabui dengan ide-ide gila yang sangat
komplikasi. Namun berkat kepemimpinan seorang kepala keluarga, oleh Joseph, ibu
dan anak dilarikan diri ke Mesir untuk menghindari ancaman bagi kehidupan bayi
yang berada dalam bahaya.
Keluarga dan keluarga Kristen pada umumnya
sekarang juga terancam punah dengan beragam cara. Kehidupan keluarga di seluruh
dunia sekarang mengalami situasi rumit dan mengepung dan terkepung dari semua
lini kehidupan. Sama seperti kanak Yesus, anak-anak, juga, di zaman kita
terancam oleh begitu banyak tantangan bukan hanya nilai kehidupan, tetapi juga melawan
begitu banyak nilai-nilai atau hak-hak lain yang seharusnya anak-anak nikmati
diusia mereka. Dan banyak kehidupan dari keluarga yang awalnya suci oleh
sakramen, terpaksa berjuang untuk kembali kepada kesucian karena tantangan yang
merusak nilai kekudusan dalam keluarga.
Keluarga Yesus, Maria dan Yusuf juga menghadapi
tantangan pemisahan yang menyakitkan secara tiba-tiba. Anak laki-laki, yang
berusia tidak lebih dari 12 tahun, hilang seharian. Orang tua bingung mencari di
seluruh anggota keluarga dan sahabat kenalan, mereka panik dan mencoba untuk
memahami rasa sakit saat mendengarkan jawaban yang tampaknya menyakitkan dari
anak ketika ditanya: "Mengapa kamu mencari Aku? Apakah kamu tidak tahu
bahwa Aku harus berada di rumah Bapa-Ku? "
Anak itu, sejak awal, sudah mengetahui
prioritasnya. Orang tua, agak terlambat juga, mengerti bahwa itu adalah bagian
dari kehidupan keluarga menjadi untuk rasul, juga, untuk orang lain dan atas
nama Allah. Agak terlambat, juga, Yusuf dan Maria belajar bahwa kebersamaan
keluarga dan kesatuan tidak hanya akan berarti kehadiran secara fisik berkumpul
bersama-sama sepanjang waktu, tetapi bersatu dalam melakukan “Bisnis Bapa”.
Anak itu, akan membuat mereka mengerti pada
waktunya, bahwa dia harus berada di dalam rumah Bapa untuk melakukan misis
seperti Allah kehendaki yakni menjadi instrumen Bapa yang menyelamatkan.
Ya, teman-teman, orang tua tercinta dan anak-anak
tercinta. Keluarga Kristiani diminta oleh Tuhan untuk berbagi iman. Mereka juga
dikirim untuk menjadi utusan melakukan rencana Bapa bagi dunia dan bagi
kemanusiaan.
Keluarga, menurut ajaran Gereja, harus menjadi
Gereja domestik, dan hal terakhir yang saya dengar adalah, Gereja pada intinya
berarti yang diutus, hadir dengan bisnis Allah, dan melakukan kehendak Bapa.
Jadi bagaimana dengan kita? Apakah kita akan menghabiskan waktu kita, usaha dan semua sumber daya yang kita miliki di rumah Bapa?
By : Rm. Ferdinandus Reo, SDB (Kepala Sekolah SMPK. Santo Mikael)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar