Minggu, 07 September 2014

Renungan : Quo Vadis?

"Biarlah ini menjadi seluruh usaha Anda, doa Anda, keinginan Anda, Anda mungkin akan dilucuti semua keegoisanmu, dan dengan seluruh kesederhanaan, mengikuti Yesus."
Thomas a Kempis (1380-1471)

Hello sahabat yang budiman, salam jumpa. Sudah cukup lama kita tidak bersua lewat media ini. Mayoritas dari kita mungkin pernah membaca ataupun mendengar tentang kata ini “Quo Vadis?”. Menurut tradisi Katholik, kata ini sebenarnya diungkapkan oleh Petrus ketika berjumpa dengan Tuhan Yesus. Ini mengacu pada tradisi Kristiani yang dimuat dalam kitab  apocryphal kisah tentang Petrus. Di sana dikisahkan bahwa Petrus melarikan diri dari kemungkinan penyaliban yang direncanakan oleh pemerintahan Romawi pada saat itu terhadap dirinya. Ternyata ketika selama perjalanan di luar kota dia bertemua dengan Tuhan Yesus yang bangkit. Petrus bertanya kepada Tuhan: “Quo Vadis?” dan Tuhan menjawab: “Roman vado iterum crucifigi” yang artinya adalah saya akan kembali ke Roma untuk disalibkan lagi. Dengan jawaban Yesus ini Petrus disadarkan akan tugas dan perutusannya. Ia pun kambali ke Roma untuk malanjutkan pelayanannya di sanan hingga ia sendiri disalibkan dengan cara terbalik.
  
Jujur Saya penggemar Santo Petrus. Saya suka dengan kebesaran hati dan imannya. Dia mengasihi Yesus dengan kepenuhan hati dan ketulusan, meskipun ia sering salah menafsirkan pesan Yesus. Dia adalah type yang temperamental, sangat mudah marah. Tapi dia juga cepat meminta maaf dan menyatakan penyesalannya. Kalau mau dijadikan candaan Petrus itu wajahnya sangar tapi hatinya pink. Hal yang menarik lainnya dari Petrus adalah ketika ia mengakui bahwa Yesus adalah Anak Allah (Matius 16:16). Senang mendengar jawaban Petrus yang seakan mewakili kita umat manusia agar Tuhan tidak merasa kecewa karena jawaban yang tidak memuaskan. Sebagai bukti bahwa Petrus memiliki iman yang cukup ketika ia keluar dari perahu dan berjalan di atas air (Matius 14:30). Selain itu Petrus juga mewakili manusia yang dipercayakan untuk dijadikan wadas kepada siapa Yesus mendirikan Gereja-Nya (Matius 16:18). Itulah peristiwa Petrus bersama Tuhan yang kita peroleh dari Kitab Suci Perjanjian Baru.

Tapi salah satu cerita tentang Petrus yang menjadi favorit saya adalah yang tidak ditemukan dalam Alkitab, tetapi berasal dari sebuah buku apocryphal dari abad kedua yang disebut "Kisah Petrus." Ini terkenal untuk sebagian besar umat Katolik, tetapi banyak Protestan mungkin tidak pernah mendengar cerita itu. Kisah detailnya seperti ini. Dalam dekade setelah Kenaikan Yesus, Petrus telah melakukan perjalanan ke Roma untuk menyebarkan Injil. Gereja yang baru bertumbuh di sana mengalami penganiayaan yang amat sangat. Pengikut Yesus dianiaya oleh penguasa Romawi. Petrus merasa bahwa dia berada dalam situasi yang bahaya maka teman-temannyapun menyarankan kepadanya untuk segera meninggalkan kota Roma. Akhirnya, ia setuju dan keluar dari Roma. Saat ia meninggalkan pintu gerbang kota ia melihat satu sosok mendekatinya di jalan. Ketika orang itu mendekat kepadanya, St Petrus menyadari bahwa itu adalah Yesus. Dia jatuh dan dalam tumpuan lututnya dia bertanya kepada Tuhan: "Quo vadis, Domine?" Atau "Engkau hendak kemana, Tuhan?" Yesus menjawab Petrus, "Saya akan ke Roma untuk disalibkan lagi." Petrus tahu bahwa ia harus kembali dan menghadapi kematian sebagai martir, karena Yesus telah menubuatkannya (Yohanes 21:18). Itu adalah cinta Petrus bagi Tuhan yang telah membawanya ke Roma, dan cinta yang sama yang membawanya kembali ke penyaliban dirinya pada waktu itu. 

Saudaraku terkasih, Cinta adalah hal yng mengikat Petrus dan Yesus. Setelah Kebangkitan, Yesus bertanya kepada Petrus tiga kali apakah Petrus mengasihi Dia, karena cinta adalah ukuran iman. Yesus tidak tertarik dalam keberhasilan bisnis Petrus, atau pendapatan tahunannya, atau jika ia adalah seorang pemimpin, inspirasinya atau memiliki keterampilan organisasi yang besar. Yesus bertanya, "Apakah engkau mengasihi Aku?" (Yohanes 21: 15-17). Dan Petrus mengakui, "Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu. Engkau tahu bahwa aku mengasihi Engkau. "Meskipun kisah "Quo Vadis" tidak termasuk dalam kanon Alkitab, saya tidak berpikir bahwa yang membuat cerita ini kurang "benar." Petrus dalam cerita ini begitu terwakili kepribadiannya dan untuk karakter Petrus dalam Alkitab menguatkan hipotesa bahwa cerita yang dibuat itu cukup otentik, setidaknya ini hasil permenungan saya yang saya sharingkan. 

Peristiwa Petrus di atas sebenarnya mau menggambarkan sesuatu tentang hubungan kita dengan Yesus. Jika kita membayangkan atau memikirkan masa depan kita, apakah kita melibatkan Tuhan di dalamnya? Petrus Membayangkan dirinya bersama Yesus sehingga iapun kembali ke Roma untuk menyebarkan injil. Dia mengajar dan berkhotbah serta melayani di lingkungan yang tidak bersahabat dengannya namun karena ia menghadirkan dan melibatkan Yesus ke dalam setiap pertemuan, setiap homili, setiap perjamuan bersama sehingga semuanya terealisasi. Yesus hidup dalam diri Petrus yang adalah seorang nelayan namun  mampu melakukan hal-hal yang tidak mungkin bahkan tidak pernah bisa dilakukan sendiri atau seorang yang memiliki pengetahuan yang cukup sekalipun. Petrus juga tidak terluput dari kelemahannya sebagai manusia ini terjadi ketika Petrus melepaskan Yesus dan focus terhadap keadaan sekitarnya maka ia mulai tenggelam di dalam air; ketika ia melarikan diri dari Getsemani, menyangkal mengenal Yesus, dan lari dari Roma. Ketika Petrus mulai “kehilangan pandangan” tentang  Yesus, dia benar-benar menjadi hilang dalam “ke-diri-annya” sebagai pribadi yang utuh. 

Berdasarkan pengalaman Petrus ini, menyadarkan kita bahwa kita tidak dapat mengikuti Yesus terus dengan keadaan yang aman dan nyaman. Kita pasti mengalami banyak kendala seperti Petrus. Namun moment dimana kita menjadi anak-Nya berarti kita sebenarnya sedang tenggelam dalam kehidupan Yesus, karena iman kita adalah iman yang terbangun oleh relasi yang intim dengan sang Pencipta. Kita diciptakan untuk berada dalam hubungan dengan Pencipta kita. Kita bercermin pada hubungan Bapa, Anak, dan Roh Kudus. Dan Tuhan menginginkan tidak lebih dan tidak kurang dari hubungan cinta dengan masing-masing pribadi dan  setiap pribadi dengan Tuhan. Mintalah Yesus untuk selalu bersama kita dalam peziarahan hidup kita. Mintalah Tuhan untuk menyertai kita dalam pekerjaan yang kita geluti. Mintalah Yesus untuk masuk ke dalam waktu keluarga kita; saat makan dan ketika kita menghabiskan waktu bersama. Ketika kita melihat jadwal mingguan dan rencana mingguan kita, mintalah kepada Tuhan untuk berbagi dengan kita serta menguduskan dengan kehadiran dan berdiam di dalamNya. Jangan biarkan sesuatu atau seseorang datang antara kita dan Yesus. Seperti Santo Petrus, selalu siap dan bersedia untuk meminta Juru selamat, "Kemana Engkau akan pergi, Tuhan?" Dan tidak peduli apa jawaban yang Tuhan berikan kepada kita, kita tetap maju memikul salib dan mengikuti Dia. Masa depan hanya kita, hidup hidup kita, berada dalam kasih Yesus.             

Sahabat ingatlah kita dipanggil bukan untk menjadi orang yang sukses tetapi menjadi orang yang setia oleh karena cinta Tuhan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar