"Biarlah ini menjadi seluruh
usaha Anda, doa Anda, keinginan Anda, Anda mungkin akan dilucuti semua
keegoisanmu, dan dengan seluruh kesederhanaan, mengikuti Yesus."
Thomas a Kempis (1380-1471)
Hello
sahabat yang budiman, salam jumpa. Sudah cukup lama kita tidak bersua lewat
media ini. Mayoritas dari kita mungkin pernah membaca ataupun mendengar tentang
kata ini “Quo Vadis?”. Menurut
tradisi Katholik, kata ini sebenarnya diungkapkan oleh Petrus ketika berjumpa
dengan Tuhan Yesus. Ini mengacu pada tradisi Kristiani yang dimuat dalam
kitab apocryphal kisah tentang Petrus.
Di sana dikisahkan bahwa Petrus melarikan diri dari kemungkinan penyaliban yang
direncanakan oleh pemerintahan Romawi pada saat itu terhadap dirinya. Ternyata
ketika selama perjalanan di luar kota dia bertemua dengan Tuhan Yesus yang
bangkit. Petrus bertanya kepada Tuhan: “Quo
Vadis?” dan Tuhan menjawab: “Roman
vado iterum crucifigi” yang artinya adalah saya akan kembali ke Roma untuk
disalibkan lagi. Dengan jawaban Yesus ini Petrus disadarkan akan tugas dan
perutusannya. Ia pun kambali ke Roma untuk malanjutkan pelayanannya di sanan
hingga ia sendiri disalibkan dengan cara terbalik.
Jujur
Saya penggemar Santo Petrus. Saya suka dengan kebesaran hati dan imannya. Dia
mengasihi Yesus dengan kepenuhan hati dan ketulusan, meskipun ia sering salah
menafsirkan pesan Yesus. Dia adalah type yang temperamental, sangat mudah marah. Tapi
dia juga cepat meminta maaf dan menyatakan penyesalannya. Kalau mau dijadikan
candaan Petrus itu wajahnya sangar tapi hatinya pink. Hal yang menarik lainnya
dari Petrus adalah ketika ia mengakui bahwa Yesus adalah Anak Allah (Matius
16:16). Senang mendengar jawaban Petrus yang seakan mewakili kita umat manusia
agar Tuhan tidak merasa kecewa karena jawaban yang tidak memuaskan. Sebagai
bukti bahwa Petrus memiliki iman yang cukup ketika ia keluar dari perahu dan
berjalan di atas air (Matius 14:30). Selain itu Petrus juga mewakili
manusia yang dipercayakan untuk dijadikan wadas kepada siapa Yesus mendirikan
Gereja-Nya (Matius 16:18). Itulah peristiwa Petrus bersama Tuhan yang kita
peroleh dari Kitab Suci Perjanjian Baru.
Tapi
salah satu cerita tentang Petrus yang menjadi favorit saya adalah yang tidak
ditemukan dalam Alkitab, tetapi berasal dari sebuah buku apocryphal dari abad
kedua yang disebut "Kisah Petrus." Ini terkenal untuk sebagian besar
umat Katolik, tetapi banyak Protestan mungkin tidak pernah mendengar cerita
itu. Kisah detailnya seperti ini. Dalam dekade setelah Kenaikan Yesus,
Petrus telah melakukan perjalanan ke Roma untuk menyebarkan Injil. Gereja yang
baru bertumbuh di sana mengalami penganiayaan yang amat sangat. Pengikut Yesus
dianiaya oleh penguasa Romawi. Petrus merasa bahwa dia berada dalam
situasi yang bahaya maka teman-temannyapun menyarankan kepadanya untuk segera
meninggalkan kota Roma. Akhirnya, ia setuju dan keluar dari
Roma. Saat ia meninggalkan pintu gerbang kota ia melihat satu sosok
mendekatinya di jalan. Ketika orang itu mendekat kepadanya, St Petrus
menyadari bahwa itu adalah Yesus. Dia jatuh dan dalam tumpuan lututnya dia
bertanya kepada Tuhan: "Quo vadis,
Domine?" Atau "Engkau hendak kemana, Tuhan?" Yesus menjawab
Petrus, "Saya akan ke Roma untuk disalibkan lagi." Petrus tahu bahwa
ia harus kembali dan menghadapi kematian sebagai martir, karena Yesus telah
menubuatkannya (Yohanes 21:18). Itu adalah cinta Petrus bagi Tuhan yang
telah membawanya ke Roma, dan cinta yang sama yang membawanya kembali ke
penyaliban dirinya pada waktu itu.
Saudaraku
terkasih, Cinta adalah hal yng mengikat Petrus dan Yesus. Setelah
Kebangkitan, Yesus bertanya kepada Petrus tiga kali apakah Petrus mengasihi
Dia, karena cinta adalah ukuran iman. Yesus tidak tertarik dalam
keberhasilan bisnis Petrus, atau pendapatan tahunannya, atau jika ia adalah
seorang pemimpin, inspirasinya atau memiliki keterampilan organisasi yang
besar. Yesus bertanya, "Apakah engkau mengasihi Aku?" (Yohanes
21: 15-17). Dan Petrus mengakui, "Tuhan, Engkau tahu segala
sesuatu. Engkau tahu bahwa aku mengasihi Engkau. "Meskipun kisah "Quo Vadis" tidak termasuk dalam
kanon Alkitab, saya tidak berpikir bahwa yang membuat cerita ini kurang
"benar." Petrus dalam cerita ini begitu terwakili kepribadiannya dan
untuk karakter Petrus dalam Alkitab menguatkan hipotesa bahwa cerita yang
dibuat itu cukup otentik, setidaknya ini hasil permenungan saya yang saya
sharingkan.
Peristiwa
Petrus di atas sebenarnya mau menggambarkan sesuatu tentang hubungan kita
dengan Yesus. Jika kita membayangkan atau memikirkan masa depan kita, apakah kita
melibatkan Tuhan di dalamnya? Petrus Membayangkan dirinya bersama Yesus
sehingga iapun kembali ke Roma untuk menyebarkan injil. Dia mengajar dan
berkhotbah serta melayani di lingkungan yang tidak bersahabat dengannya namun
karena ia menghadirkan dan melibatkan Yesus ke dalam setiap pertemuan, setiap
homili, setiap perjamuan bersama sehingga semuanya terealisasi. Yesus hidup
dalam diri Petrus yang adalah seorang nelayan namun mampu melakukan hal-hal yang tidak mungkin
bahkan tidak pernah bisa dilakukan sendiri atau seorang yang memiliki
pengetahuan yang cukup sekalipun. Petrus juga tidak terluput dari kelemahannya
sebagai manusia ini terjadi ketika Petrus melepaskan Yesus dan focus terhadap
keadaan sekitarnya maka ia mulai tenggelam di dalam air; ketika ia melarikan
diri dari Getsemani, menyangkal mengenal Yesus, dan lari dari Roma. Ketika
Petrus mulai “kehilangan pandangan” tentang Yesus, dia benar-benar menjadi hilang dalam
“ke-diri-annya” sebagai pribadi yang utuh.
Berdasarkan
pengalaman Petrus ini, menyadarkan kita bahwa kita tidak dapat mengikuti Yesus
terus dengan keadaan yang aman dan nyaman. Kita pasti mengalami banyak kendala
seperti Petrus. Namun moment dimana kita menjadi anak-Nya berarti kita
sebenarnya sedang tenggelam dalam kehidupan Yesus, karena iman kita adalah iman
yang terbangun oleh relasi yang intim dengan sang Pencipta. Kita
diciptakan untuk berada dalam hubungan dengan Pencipta kita. Kita bercermin
pada hubungan Bapa, Anak, dan Roh Kudus. Dan Tuhan menginginkan tidak
lebih dan tidak kurang dari hubungan cinta dengan masing-masing pribadi
dan setiap pribadi dengan Tuhan. Mintalah
Yesus untuk selalu bersama kita dalam peziarahan hidup kita. Mintalah
Tuhan untuk menyertai kita dalam pekerjaan yang kita geluti. Mintalah Yesus
untuk masuk ke dalam waktu keluarga kita; saat makan dan ketika kita
menghabiskan waktu bersama. Ketika kita melihat jadwal mingguan dan rencana
mingguan kita, mintalah kepada Tuhan untuk berbagi dengan kita serta
menguduskan dengan kehadiran dan berdiam di dalamNya. Jangan biarkan
sesuatu atau seseorang datang antara kita dan Yesus. Seperti Santo Petrus,
selalu siap dan bersedia untuk meminta Juru selamat, "Kemana Engkau akan
pergi, Tuhan?" Dan tidak peduli apa jawaban yang Tuhan berikan kepada kita,
kita tetap maju memikul salib dan mengikuti Dia. Masa depan hanya kita,
hidup hidup kita, berada dalam kasih Yesus.
Sahabat ingatlah kita dipanggil bukan untk menjadi orang yang sukses tetapi menjadi orang yang setia oleh karena cinta Tuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar